Kamis, 12 Januari 2017

MORFOFONEMIK

v  MORFOFONEMIK
Menurut  chaer ( 2008 : 43) Morfofonemik disebut juga morfonologi atau morfofonologi adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Sebagai contoh penambahan sufiks –an pada dasar hari akan mucul [y], yang dalam otografi tidak dimunculkan.
Hari + an => hariyan (pada saat pengucapan kata harian [y] dimuculkan)
Menurut Masnur Muslich (2010 : 41 ) morfofonemik adalah perubahan fonem akibat proses pembubuhan afiks. Morfofonemik adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.
Menurut Jos Daniel Parera ( 2009 : 40) morfofonemik menunjukkan adanya hubungan antara morfem dan fonem.
Menurut Kridalaksana (2009 : 183) morfofonemik adalah subsistem  yang menghubungkan morfologi dan fonologi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa morfofonemik adalah perubahan bunyi atau fonem yang melalui proses morfologis dan morfofonemik sendiri masih dapat dihubungkan dengan fonologi.

v  JENIS PERUBAHAN
Dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses morfologi ini. Diantaranya adalah proses :
1.      Pemunculan fonem, yakni munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yang ada mulanya tidak ada, misalnya dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca akan memunculkan bunti sengau  [m] yang semula tidak ada. Contoh : me + baca  => membaca.
2.      Pelepasan fonem, yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam proses pengimbuhan prefiks pada dasar renang, maka bunyi [r] yang ada pada prefiks ber- dilepaskan. Juga, dalam proses pengimbuhan “akhiran” wan padadasar renang, maka fonem [h] pada dasar sejarah itu dilepaskan. Contoh, ber + renang => berenang.
3.      Peluluhan fonem, yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar  sikat, itu diluluhkan dan disenyawakan atau bisa dikatakan digantikan dengan fonem nasal /ny/ yang ada pada prefiks me- pada dasar sikat, maka fonem /s/ diluluhkan dandisenyawakan digantikan dengan nasal /ny/. Contoh : me + sikat => menyikat.
4.      Perubahan fonem, yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks ber- pada dasar ajar terjadi perubahan bunyi, dimana fonem /r/ berubah mejadi /l/.  Contoh : ber = ajar => belajar, ter + ajur => terlanjur.
5.      Pergeseran fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam suku kata yang lainnya. Umpamanya, dalam pengimbuhan sufiks – i pada dasar lompat, terjadi pergeseran dimana fonem /t/ yang semula berada pada suku kata pat menjadi berada pada suku kata ti. Contoh : lompat + i => me.lom.pati, ja. Wab + an => ja.wa.ban.
v  MORFOFONEMIK DALAM PEMBENTUKAN KATA BAHASA INDONESIA
Proses morfofonemik pembentukan bahasa Indonesia dalam prefiks me-, ber-, dan ter- sedangkan untuk prefiks di- hanya memiliki satu alomorf atau hanya memiliki satu bentuk saja. Artinya prefiks di- tidak mengalami proses morfofonemik. Berikut morfofonemik dalam pembentukan bahasa. Dalam proses afiksasi pun terutama , hanya dalam prefikasi “ber-, prefikasi me-, prefikasi per-, kofiksasi pe-an, konfiksasi per-an, da sufiksasi –an.
·         Prefikasi ber-
Proses morfofonemik dalam proses pengimbuhan prefiks ber- berupa pelepasan foenem /r/ pada prefiks ber-, perubahan fonem /r/ pada prefiks ber- itu menjadi fonem /l/ dan pangkalan fonm /r/ terdapat prefiks ber- itu.
1.      Pelepasan fonm /r/ pada prefiks ber- itu terjadi apabila bentuk dasar yang diimbuhi  mulai dengan foenm /r/, atau suku pertama bentuk dasarnya berbunyi [er]
Contoh : ber + roda => beroda, ber + ternak => beternak.
2.      Perubahan fonem /r/ pada prefiks ber-  menjadi fonem /l/ terjadi bila bentuk dasarnya akar ajar. Contoh : ber + ajar => belajar
3.      Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ber-  tetap /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang ada pada a dam b diatas. Contoh : ber + tamu => bertamu.
·         Prefiksasi me- ( termasuk klofiks me- kan )
Proses morfofonemik dalam proses pengimbuhan r dapat berupa : pengekalan fonem, penambahan dan peluluhan fonem.
1.      Pengekalan fonem ( tidak ada yang diselipkan dan tidak ada yang ditambahkan. Hal ini terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan /r, l, w, y, m, n, ng, dan ny/. Contoh : me + rawat => merawat.
2.      Penambahan fonem, yakni penambahan nasal  /m, n , ng, dan nge/. Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan  konsonan /b/ dan /f/. Contoh :  me + baca => membaca. Penambahan fonem /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan /d/. Contoh : me + daki => mendaki.
3.      Penambahan fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuki dasarnya dimulai dengan konsonan /g, h. Kh, a, l, u, e, dan o/. Contoh : me + gila => menggila. Me + bom => mengebom.
4.      Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan bersuara /s, k, p, dan t/. Dalam hal ini konsonan /s/ diluluhkan dengan nasa /ny/, konsonan /k/ diluluhkan dengan /ng/, konsonan /p/ diluluhkan dengan nasal /m/  dan konsona /t/ diluluhkan dengan nasal /n/. Me + sapu => menyapu.
·         Prefiks  pe- dan konfliksasi pe-an
Proses pengimbuhan dengan prefikspe- dan konfiks pe-an sama dengan morfonemik yang terjadi dalam proses pengimbuhan dengan me-, yaitu pengekalan fonem, penambahan fonem, dan peluluhan fonem.










·         Prefiksasi per- dan konfiksasi per-an
Berupa pelepasan fonem /r/ pada prefiks per-, perubahan fonem /r/ dari prefiks per- itu menjadi /l/ dan pengekalan fonem /r/ tetap /r/.
1.      Pelepasan fonem /r/ apabila bentuk dasarnya dimuai dengan fonem /r/, atau suku pertamnaya /er/. Contoh : per + runding => perundingan
2.      Perubahan fonem /r/ menjadi /l/. Contoh => pelajar
3.      Pengekalan fonem /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya nukan yang disebutkan diatas.
Contoh : per + cantik => percantik
·         Sufiksasi –an
Dapat berupa pemunculan fonem dan pergeseran fonem.
1.      Pemunculan fonem, erdapat tigak fonem yang dimunculkam dalam pengimbuhan ini yaitu fonem /w/ ,/y/, dan lotal /?/. pemunculan fonem terjadi apabila sufiks-an itu diimbuhkan pada daar yang berakhir dengan vokal /u/.
 Contoh : pantau + an => pantauwan
Fungsi fonem /w/ disebut sebagai pelancar (glider).
-          Pemunculan fonem /y/ dapat terjadi apabila sufiks – an itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengn vokal /i/. Contoh : hari + an +> hariyan
Bunyi /y/ itu tidak ditulis dan bunyi /y/ disebut bunyi pelanear.
-          Pemunculan fonem glotal /?/ dapat terjadi apabila sufiks –an itu diimbuhkan dengan vokal /a/. Contoh :  (ber) dua + an => (ber) dua?an (fonem glotal /?/ tidak dituliskan, namun dimunculkan saat diucapkan).
2.      Pergeseran fonem, terjadi apabila sufiks-an itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan konsonan. Contoh : jawab + an => ja.wa.ban (konsonan tersebut bergeser membentuk suku kata baru dengan sufiks –an)
·         Prefiksasi ter-
1.      Pelepasan fonem dapat terjadi apabila prefiks ter- diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan /r/. Contoh : ter + ribut => teribut.
2.      Perubahan fonem /r/ pada prefiks ter- menjadi fonem /l/ terjadi apanila prefiks ter- diimbuhkan pada bentuk dasar anjur. Contoh : ter + anjur => terlanjur
3.      Pengekalan fonenm /r/ pada prefiks ter- tetap menjadi /r/ apabila ter- diimbuhkan pada bentuk dasar yang bukan disebutkan pada 1 dan 2 diatas. Contoh : ter + jaga => terjaga
v  BENTUK BERNASAL DAN TAK BERNASAL
Hadir tidaknya nasal tidak selamanya mengikuti kaidah morfofonemik,berikut ini adalah sub bab yang akan membicarakan materi tersebut :
1.      Kaitan dengan tipe verba
Keempat verba itu adalah verba berprefiks me- ( termasuk verba me- kan dan me- i), verba me- dengan pangkal per-, per-kan dan per-l verba berprefiks ber- dan dasar (tanpa afiks apa pun).





  Kaidah penasalan untuk verba berprefiks me- yang bentuk dasarnya berupa pangkal berafiks per-, per-kan dan per- l (dengan nomina bentuk pe- dan pe-an yang diturunkannya).
1.      Fonem /p/ sebagai awal dasar yang berupa pangkal per-, per- kan atau per-l tidak diluluhkan dengan nasal /m/ bila diimbuhi prefiks me- karena fonem /p/ merupakan bagian dari prefiks pe-. Contoh : me + perpendek => memperpendek.
2.      Nomina pelaku yang diturunkan dari verba memper-  bersifat potensial, dan nomina hal/proses bersifat aktual, dan menggunakan bentuk per-an contoh : memperpendek => perpendekan. Nomina pelaku harus berbentuk pemerpendek.
3.      Nomina pelaku dari verba memper-kan atau memper-l adalah berbentuk pemer- (aktual dan potensial). Contoh : mempersatukan => pemersatu.
4.      Nomina hal/proses yang diturunkan dari verba memper-kan atau memper-l berbentuk pemer-an. Contoh :  mempertahankan => pemertahanan
5.      Pembentukan nomina pelaku berprefiks pe- dan nomina hal yang berkonfiks per-an tidak memunculkan bunyi nasal. Contoh : bekerja => pekerja => pekerjaan.
Namun ada sejumlah akar dalam bahasa Indonesia yang diimbuhi prefiks ber- dan juga prefiks me-, sehingga kita menemukan dua bentuk nomina pelaku yang bernasal (karena diturunkan melalui verba berprefiks me-) dan nomina pelaku yang tidak bernasal.
Contoh : bertinju => petinju => pertinjuan
Belajar => pelajar => pelajaran
Bentuk diatas merupakan pasangan bentuk yang bernasal dan yang tak bernasal.
2.      Kaitan dengan upaya pembentukan istilah
Dalam peristilahan olahraga sudah ada istilah petinju (yang diturunkan dari verba bertinju) sebagai suatu profesi, yang berbeda dengan bentuk peninju (yang diturunkan dari verba meninju) yang bukan menyatakan profesi. Kemudian berdasarkan bentuk petinju dibuatlah istilah-istilah dalam bidang olahraga seperti petembak (bukan penembak), petenis (bukan penenis), peterjun (payung) (bukan penerjun payung), pegolf (bukan penggolf). Jika dilihat bentuk-bentuk tersebut sebenarnya menurut kaidah penasalan haruslah bernasal. Namun, sebagai istilah yang dibuat secara analogi tidak diberi nasal. 
3.      Kaitan dengan upaya semantik
Untuk memberi makna tertentu, bentuk yang seharusnya tidak bernasal diberi nasal. Umpamanya, bentuk mengkaji dalam arti ‘meneliti’ dibedakan dengan bentuk mengkaji yang berarti ‘membaca Alquran’. Contoh yang lain: penjabat à pejabat, penglepasan à pelepasan.
Sementara itu, tanpa perbedaan semantik, pasangan kata dengan peluluhan fonem awal bentuk dasar dan dengan yang tanpa pelluluhan lazim digunakan orang secara bersaingan.

Contoh: mensukseskan à menyukseskan, mengkombinasikan à mengombinasikan.

HAKIKAT KATA, KLASIFIKASI KATA, PEMBENTUKAN KATA, KLITIKA

v  Hakikat kata
MenurutChaer ( 2008 : 63)  kata merupakanbentuk yang  kedalammempunyaisusunanfonologi yang stabildantidakberubahdankeluarmempunyaimobilitasdalamkalimat.
Kridalaksana (2008) mendefinisikan “kata” sebagai (1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, (2) kata merupakan satuan bahasa yang berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (mis. batu , rumah, datang dan sebagainya) atau gabungan morfem (mis. pejuang, menngikuti, pancasila dan sebagainya), (3) satuan terkecil dalam sintaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami proses morfologis.
Bloemfield (melalui Chaer:2007) menyebutkan bahwa “kata” adalah satuan bebas terkecil “a minimal free form”.

v  Klasifikasi kata
Klasifikasi kata adalah penggolongan kata atau penjenisan kata
1.      Kelas kata terbuka
Kelas kata terbuka adalah kelas yang keanggotaanya dapat bertambah atau berkurang sewaktu-waktu berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa. Kelas kata terbuka selalu menjadi dasar dalam proses morfologis. Yang termasuk dalam kelas kata terbuka adalah  nomina, verba dan ajektifa.
a.       Nomina
Kata-kata kelas nomina tidak dapat didampingi oleh adverbia frekuensi, adverbia derajat, adverbia kala, dan adverbia keselesaian, namun dapat didampingi adverbia kuantitas, adverbia negasi (bukan, tanpa), dan adverbia keharusan (boleh, harus) serta adverbia kepastian tetapi dengan persyaratan  sebagai kalimat jawaban.
b.      Verba
Kata- kata kelas verba dapat didampingi oleh adverbia negasi (tidak, tanpa), adverbia frekuensi (sering, jarang), adverbia jumlah (banyak, sedikit, kurang, dan cukup), adverbia kala, adverbia keselesaian, adverbia keharusan dan adverbia kepastian. Dapat didampingi adverbia negasi (bukan) tetapi dengan persyaratan yaitu digunakan dalam konstruksi berkontras.
Misalnya: dia bukan menyanyi, melainkan berteriak-teriak.
c.       Ajektifa
Kata-kata berkelas ajektifa dapat didampingi oleh semua adverbia derajat, semua adverbia keselesaian dan semua adverbia kepastian, tetapi tidak dapat di dampingi oleh adverbia keharusan adverbia frekuensi dan adverbia jumlah. Dapat didampingi oleh negasi (bukan) tetapi dengan persyaratan yaitu dalam konstruksi berkontras. Misalnya: warnanya bukan merah melainkan oranye.
2.      Kelas Kata Tertutup
Kelas kata tertutup adalah kelas kata jumlah keanggotaanya terbatas dan tidak tampak kemungkinan untuk bertambah atau berkurang. Yang termasuk kelas kata tetutup adalah kelas adverbia, kelas preposisi, kelas konjungsi, kelas artikula, dan kelas interjeksi.
a.       Adverbia
Adverbia lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Fungsinya adalah menerangkan kata kerja, kata sifat, dan jenis kata lainnya. Adverbia disebut juga kata-kata yang bertugas mendampingi nomina, verba, dan ajektifa. Adverbia pada umumnya berupa bentuk dasar.
b.      Pronomina
Pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya memang menggantikan nomina yang ada. Secara umum dibedakan menjadi empat macam pronomina yaitu Pronomina persona (kata ganti diri), Pronomina demostrativa ( kata ganti penunjuk), Pronomina interogatifa (kata ganti tanya), Pronomina tak tentu.
c.       Numeralia
-          Kata bilangan atau numeralia adalaha kata-kata yang menyatakan bilangan, jumlah, nomor, urutan dan himpunan. Menurut bentuk dan fungsinya dikenal adanya kata bilangan utama (satu, dua, lima), bilangan genap (dua, empat dua belas), bilangan ganjil (tiga, lima, tujuh), bilangan bulat, bilangan pecahan, bilanan tingkat (pertama, kedua) dan kata bantu bilangan.
-          Kata bantu bilangan Kata bantu bilangan disebut juga kata penjodoh bilangan, atau kata penggolong bilangan atau kata-kata yang digunakan sebagai tanda pengenal nomina tertentu dan ditempatkan di antara kata bilangan dengan nominanya.contoh : ekor, buah, batang, helai, butir, biji, pucuk, bilah, mata, tangkai, kuntum, tandan, carik, kaki, pasang, dan rumpun.
d.      Preposisi
Preposisi atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba di dalam suatu klausa. Contoh : di , pada, dalam, atas, antara, dari, ke, kepada, terhadap, oleh, berkat, dengan, daripada, tentang, mengenai, hingga, sehingga, sampai, untuk, buat, guna, bagi.
e.       Konjungsi
Konjungsi atau kata pengubung adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis, baik antara kata dengan kata, antara frase dengan frase, antara klausa dengan klausa atau antara kalimat dengan kalimat.
f.       Artikula
Artikula atau kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi sebagai penentu atau mendefinisikan sesuatu nomina, ajektifa, atau kelas lain. Artikula dalam bahasa Indonesia adalah si, sang.
g.      Interjeksi
Interjeksi adalah kata-kata yang mengungkapkan perasaan batin misalnya karena kaget, marah, terharu, kangen, kagum, sedih, dan sebagainya. Interjeksi terbagi menjadi dua yaitu interjeksi yang berupa kata singkat (wah, cih, hai, oi, oh, nah, hah) dan interjeksi yang terdiri dari kata-kata biasa ( aduh, celaka, gila, kasihan, bangsat, astaga. Alhamdulillah, Masyaallah dsb).
h.      Partikel
Partikel dalam bahasa Indonesia antara lain adalah kah, lah, tah, dan pun. Partikel ini berfungsi sebagai penegas dalam tuturan.

v  PEMBENTUKAN KATA
a.      Inflektif
Kata-kata dalambahasa-bahasaberfleksi, sepertibahasa Arab, bahasa Latin, danbahasaSanskerta,penggunaan kata dalam bahasa asing harus disesuaikan dengan kategori-kategori gramatikal bahsa tersebut. Alatberupaafiks,kongjugasi, dandeklinasi.
b.      Derivatif
Pembentukan kata secaraderivatifmembentuk kata baru, kata yang identitasleksikalnyatidaksamadenganbentukdasarnya
v  KLITIKA
Klitika adalah semacam imbuhan yang dalam ucapan tidak mempunyai tekanan sendiri dan tidak merupakan kata karena tidak dapat berdiri sendiri. Jadi, klitika merupakan bentuk yang selalu terikat pada bentuk (kata) lain.





KLASIFIKASI MORFEM

*      Klasifikasi Morfem
1.      Bedasarkan kebebasannya untuk  dapat digunakan langsung dalam pertuturan
·         Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem yang lain dapat digunakan langsung dalam pertuturan.
Contoh : pulang, merah, dinding, pergi
·         Morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan.
Contoh : melihat, mendengar, bertamu dan afiksasi lainnya.
·         Morfem terikat berupa morfem dasar.
·         Contoh : henti, juang dan geletak.
Sebagai kesimpulan mengenai jenis morfem bedasarkan kebebesannya untuk digunka dalam pertuturan dibagi menjadi dua jenis yakni morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas merupakan morfem dasar yang tidak dapat disisipi lagi atau morfem yang dapat berdiri sendiri sedangkan morfem terikat dibagi kembali menjadi dua jenis yakni morfem dasar merupakan morfem yang mampu berdiri sendiri namun dalam satu klasifikasi morfem terikat, jenis yang kedua yakni morfem terikat afiks, morfem ini tidak dapat berdiri sendiri dan harus meallaui proses afiksasi agar memiliki makna sebagai contoh kata “juang” mendapat afiksasi menjadi “pejuang”.
Berkenaan dengan bentuk dasar terikat harus memnuhi catatan sebagi berikut :
-          Kata “gaul”, “juang”, dan henti, disebut bentuk praktegorial karena bentuk-bentuk tersebut tidak memiliki kategori sehingga tidak dapat digunakan dalam pertuturan.
-          Verharr (1978) juga memasukkan bentuk-bentuk seperti  beli, baca, dan tulis ke dalam kelas kelompok praktekgorial, karena untuk digunakan di dalam kalimat harus terlebih dahulu diberi prefiks me-,prefiks di-, atau prefiks ter-.dalam kalimat imperatif(hasil transformasi dari kalimat dari kalimat aktif transitif yang memerlukan imbuhan).
-          Bentuk renta (yang hanya muncul dalam “tua renta) termasuk morfem unik
-          Bentuk klitika –ku dalam  bentuk “bukuku” dapat dipisahkan menjadi
“buku baruku”. Proklitika: klitika yang berposisi di muka kata seperti kuambil. Sedangkan enkilitika: klitika yang berposisi dibelakang kata seperti nasibmu, tugasmu.
-          Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi seprerti dan, oleh, di, secara morfologis morfem bebas namun secar sintaksis termasuk morfem terikat.
-          Kridalknasa (1989) menyatakan proleksem seperti a (pada asusila), dwi (dwibahasa), wi (manusiawi).

2.      Bedasarkan keutuhan bentuknya dibedakan adanya morfem utuh dan morfe terbagi. Morfem utuh yakni morfem utuh secara fisik dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar, baik bebas maupun terikat, serta prefiks, infiks dan sufiks termasuk morfem utuh, Morfem terbagi adalah morfem yang fisiknya terbagi atau disisipi morfem lain , contoh : konfiks (pe-an, ke-an, dan per-an).
Morfem terbagi terdiri dua macam yakni :
-          Bentuk ber-an ada yang berupa kongiks dan yang bukan konfisk misalnya, ber-an pada kata berpakaian dalam kalimat “sebelum berpakain ia mansi dulu” sedangkan pada kalimat “ penyanyi baru banyak  bermunculan pada tahun-tahun ini”merupakan sebuah konfiks.
-          Bentuk telunjuk disini mendapat infiks –el-  dengan demikian t-unuk menjadi morfem terbagi bukan morfem utuh.
3.      Bedasarkan kemungkinan pembentukan kata. Yakni morfem dasar, morfem afiks, morfem dasar adalah morfem yang dapat menjadi dasae dalam suatu proses morfologi, contoh : beli, makan. Bentuk dasar yang termasuk dalam kategori preposisi dan konkugsi tidak pernah mengalami afiksasi.
4.      Bedasarkan jenis fonem yang membentuknya dibagi menjadi bua macam yakni morfem segmental dan morfem suprasegmental,  morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa bunyi yang disegmnetaskan ({lihat}, {ter-},{sikat} dan {-lah}). Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk dari nada, tekanan, durasi, dan intonasi.
5.      Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental  maupun berupa prosodi  (unsur suprasegmental). Melainkan berupa “kekosongan”. Contoh : kerupuk kata kerupuk selalu diucapkan menjadi “krupuk”.
6.      Bedasarkan kehadirannya secara konkret dibedakan menjadi morfem wujud dan morfem tanwujud. Morfem wujud adalah morfem yang secara nyata, sedangkan morfem tak tanwujud kehadirannya tidak nyata.
7.      Bedasarkan ciri semantik dibedakan menjadi morfem leksikal dan morfem tak bermakna leksikal, morfem bermakna leksikal ialah morfem yang didalmnya meiliki makna ( makan, pulang, dan pergi). Morfem tak bermakna leksika adalah morfem yang harus melalui proses morfologis terlebih dahulu seperti ({ter-} {ber-}). Morfem yang dapat menjadi unsur dalam pertuturan sedangkan morfem tak bermakna leksikal berciri sebaliknya.
Banyak pakar seperti Keraf (1986( dan parera (1988) yang menyatakan bahwa kels-kelas preposisi dan konjugsi tidak memiliki makna leksikal dan hanya mmepunyai fungsi grmatikal. Sebenarnya sebgai morfem dasar dan bukan afiks, semua morfem prepoaiai dan konjungsi memiliki makna leksikal. Namun kebebasannya dalam pertuturan memang bebas. Meskipun keterbatasaanya tidak seketat morfem afiks.
*      Morfem dasar, pangkal dan akar
Morfem dasar termasuk dalam bentuk morfem bebas seperti (beli), (kucing) dan (pulang) tetapi ada pula morfem terikat seperti (juang),(henti),(tempur). Sebuah morfem dasar menjadi bentuk dasar atau dasar dalam suatu morfologi.
Jadi morfem dasar adalah morfem yang dapat diolah kembali melalui proses afiksasi, reduplikasi,komposisi atau proses morfologis lainnya.
            Pangkal atau sistem digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses pembentukan kata inflektif, atau pembubuhan afiks inflektif. Proses pembentukan kata inflektif hanya pada proses pembentukan verba transitif, yakni verba yang berprefiks me- (yang dapat diganti dengan di-, prefiks ter- dan prefiks zero). Pada kata membeli pangkalnya adalah beli, pada kata mendaratkan pangkalnya adalah daratkan.
Akar atau root digunakan untuk meyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Akar adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya ditinggalkan. Misalnya pada kata membelanjakan terdiri dari prefiks mem- dan sufiks kan- dengan dianalisis  seperti diatas maka yang tersisa adalah belanja.contoh kata keberterimaan kalau semua afiksnya ditanggalkan akan tersisa akarnya yaitu teria. Bentuk terima tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.